Menuju Cisentor
Untuk menuju Cisentor
dari Cikasur kita mengambil ke arah kanan, sudah ada plang menunjuk jalan yang
begitu jelas kok dan lagi jalur jalan setapaknya cukup jelas. Jangan mengambil
jalan yang lurus karena jalan yang lurus akan membawa kita menuju Jember. Dari
Cikasur kita langsung menaiki bukit, pemandangan Cikasur jika dilihat dari atas
bukit ini, sangat indah sekali.
Setelah berada diatas
bukit kita akan masuk kedalam hutan edelweisse yang tingginya setara dengan
tinggi tubuh kita atau bahkan lebih tinggi, jalannya mendatar sih tapi melipir
terus sampai 1 jam berlalu kita akan dihadapkan dengan hamparan sabana kembali,
kami berhenti sejenak disini.
Setelah istirahat
dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan kembali. Selepas sabana kami berjalan
melipir mengelilingi pinggiran jurang, cuaca Argopuro siang itu lagi
terik-teriknya. Gak lama berjalan kami kembali masuk kedalam hutan, pokoknya
jalur perjalanan Argopuro masuk hutan, sabana, melipirin pinggiran jurang,
masuk hutan lagi, sabana lagi, melipir lagi gitu aja terus sampai turun wkwkwk.
Jam 14.00 setelah 4
jam berjalan akhirnya kami tiba di Cisentor, Letak Cisentor yaitu seperti di
lembah karena letaknya berada diantara dua bukit yang dipisahkan aliran sungai.
Air sungai di Cisentor kurang bagus dibanding air sungai qolbu di Cikasur.
Di cisentor terdapat
shelter yang bisa digunakan untuk bermalam, tapi kami memilih mendirikan tenda
diluar shelter saja, dan shelter-nya kami gunakan untuk tempat mendirikan
sholat, masak, menjemur pakaian dan menyimpan persediaan makanan dan baju kotor
kami. Biar didalam tenda gak terlalu banyak barang-barang. Heehee
Setelah tenda
berdiri, kami pun memulai untu memasak. Menu pada siang hari itu sayur sop dan
nasi liwet, sewaktu masak kak lubeck kembali mendiamkan kan ku, gak tau
masalahnya apa, mungkin masih kesel gara-gara kejadian buncis tadi pagi,
ntahlah yang pasti ada sebab kenapa dia jadi begitu, kalau dia berubah jadi
diam seribu bahasa kayak gitu aku takut untuk ngelakuain sesuatu, takut salah
lagi. Hehehehe. Pokoknya mah aku banyak ngelakuin salah banget di Argopuro,
seringnya bikin orang kesal dan jengkel mulu.
Setelah masak, kami
merapikan barang-barang kami kembali. Selang beberapa lama kami kedatangan 3
orang abang-abang. Ternyata abang-abang ini pemilik tenda yang tadi kami lihat
disebrang cikasur, mereka berasal dari Bandung. Cukup lama kami berbincang
sampai pada akhirnya si abang-abang ini pamit untuk melanjutkan perjalanan
kembali.
Kak lubeck :
"tadi mah nanya sama mereka, siapa tau mereka nemu sendalnya nis."
kata kak lubeck
(sendal ku hilang
sepertinya jatuh di jalur sewaktu aku nyusruk kedepan, wkwkwk tapi aku baru
sadar pas udah sampai di Cikasur. Maklum sendal aku sisipkan dibelakang keril
ku heehehe. )
Aulia: "oh iya,
yah lupa"
Kak Lubeck:
"nanti tanya aja pas ketemu di rawa embik"
Hari semakin sore,
dan tak ada pendaki yang datang lagi setelah abang-abang itu, itu tandanya
hanya kami bertiga yang bermalam di Cisentor hari itu.
Sebelum maghrib, kami
mulai mengeksekusi makanan kembali kali ini kami menghangatkan rendang kalengan
dan membuat perkedel. Kami harus makan banyak, maklumlah besok pagi kami akan
muncak jadi kami harus menabung banyak tenaga untuk esok pagi.
Setelah masak dan tak
lupa mendirikan sholat kami memilih untuk tidur secepat mungkin, karena besok
kami harus bangun pagi untuk langsung menuju Puncak.
Minggu, 07 Agustus
2016
Menuju Puncak, Impian
dihati, bersatu janji, kawan sejati...... Itu mah lagu AFI yak wkwk
Kami terbangun jam
05.30, kak lubeck dan alam segera mendirikan sholat shubuh. Setelah itu kami
bersiap untuk menuju puncak. Setelah dari hari kamis berada di Argopuro,
kami baru mau summit hari Minggu. Duh, Argopuro kamu sungguh-sungguh.
Dari Cisentor kita
naik keatas ke arah kanan, penunjuk jalan sudah sangat jelas. Kalo kamu
mengambil jalur ke belakang shelter maka kamu akan dibawa menuju desa Bremi.
Medan jalan masih
sama, sabana, masuk hutan, melipir pinggiran jurang, dan agak menanjak. Aku dan
Alam berjalan terlebih dahulu setelah 30 menit kak Lubeck baru menyusul namun
tetap saja akhirnya mah aku berjalan paling belakang, Alam ditengah-tengah dan
kak Lubeck paling depan.
Setelah 90 menit
berjalan kami sampai di Rawa Embik, di Rawa Embik kami menjumpai si abang-abang
tadi.
Kami pun berhenti
sejenak di Rawa Embik dan ngerecokin si abang-abang yang lagi masak. Wkwk
Mata ku berbinar
ketika salah satu si abang ku lihat memakai sendal ku.
Aku langsung
menghampiri kak lubeck.
Aulia :
"sendaaaallllllllll" aku berbisik senang padanya karena sendal ku
diketemukan
Kak Lubeck: "Ya
tanya jangan bisik-bisik" kak lubeck malah ngomong ceplas ceplos -,-
Aulia: -_______-
hehehehe
Si abang :
"Sendalnya ya mba, tadi jatuh dijalur."
Aulia: "hehehe,
iya bang"
Si Abang:
"bentar ya mba"
Si Abang pun
melepaskan sendal ku dan menyerahkannya pada ku.
Aulia : "Makasih
ya Bang"
Gak bereapa lama, kak
lubeck memulai perjalanan kembali menuju puncak, aku menitipkan sendal ku
kembali ke abang-abang tersebut. Karena ribet kalau dibawa-bawa ke puncak.
Dari Rawa embik kita
berjalan lurus melewati sabana, jalurnya sudah jelas juga. Selepas itu kembali
masuk hutan, dengan kontur jalan yang sedikit menanjak. Aku ditinggal sendirian
dibelakang oleh kak Lubeck dan Alam. Aku terus berjalan, selepas hutan kita
akan masuk ke hutan Edelweiss kembali dengan kontur jalan yang melipir setelah
itu terdapat pertigaan dan aku benar-benar kehilangan jejak kak Lubeck dan
Alam. Aku bingung harus ke kiri atau ke kanan jalan. Aku hanya diam dipertigaan
tersebut. Ku panggil mereka tidak menyahut, ku panggil lagi tidak menyahut. Aku
panggil ada sahut-an aku tanya kanan atau kiri tapi mereka tidak menjawab aku
sempat menangis dalam kebingungan ku. 30 menit lamanya aku berdiam diri
dipertigaan tersebut sampai pada akhirnya dijalur sebelah kiri aku melihat ada
tanda biru dan berarti itu merupakan jalan yang benar menuju puncak, aku terus
berjalan mengikuti jalur yang ada, jalurnya masih tetap masuk hutan dan
menanjak, ku panggil-panggil mereka tapi mereka tetap tidak nyahut. Aku terus
berjalan dan sempat dibuat parno juga sama suara babi yang entah darimana
berasal, aku makin mempercepat langkah ku. Dan setelah melewati hutan-hutan
edelweiss yang menjulang sangat tinggi sampailah aku di Sabana Lonceng.
Di sabana lonceng aku
hanya menemukan jaket Kak Lubeck, segera ku teriakkan nama mereka berdua.
Beruntungnya mereka langsung membalas panggilan ku. Waktu aku panggil sih
sumber suara mereka berasal dari atas jalur puncak Argopuro. Segera ku susul
mereka, namun kabut tebal tiba-tiba muncul.
Aku pun hanya
membatin. "Ya Allah, masa iya udah sampai sini tapi tidak sampai puncak
Argopuro, tolong singkirkan kabut ini ya Allah"
Kabut pun
perlahan-lahan mulai menghilang, aku berjalan menuju puncak Argopuro. Dari
Sabana lonceng jika kita ingin ke puncak Argopuro maka kita ambil jalur ke arah
kanan tapi jika kita ingin ke puncak rengganis dahulu kita ambil jalur ke arah
kiri.
Kontur jalan menuju
puncak argopuro cukup terjal, banyak bebatuan rapuh untuk orang yang jalannya
cepat mungkin hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai ke puncak Argopuro
tapi bagi aku yang jalannya 11 12 sama siput membutuhkan waktu kurang lebih
mungkin 2x lipat dari 20 menit tersebut.
Menapaki puncak
Argopuro dengan susah payah, akhirnya aku bertemu kak lubeck yang akan turun
dari puncak Argopuro.
Aulia: "masih
jauh gak?"
Kak Lubeck: "tuh
didepan"
Aulia:" Alam
masih diatas kan ya"
Kak Lubeck:
"iya"
Aku pun melanjutkan
perjalanan menuju puncak, sewaktu melihat alam hendak turun. Aku meminta Alam
untuk jangan turun lebih dahulu, kalau dia turun siapa yang motoin aku di
puncak dong wkwkwk.
15 menit berada di
puncak Argopuro, aku dan alam pun segera turun.
Alam: "ul
mending nanti lu gak usah ikut ke puncak rengganis deh"
Aulia: "iya,
emang gak ikut kok, gue lagi dapet gak boleh kesana"
Alam: "emang
apa, lu kata siapa gak boleh?"
Aulia: "gue
sempat baca blog sebelum berangkat, katanya kalo lagi dapet gak boleh
kesana"
Alam pun turun
duluan, karena trek turun dari puncak terbilang cukup curam aku pun berjalan
sangat hati-hati. Udah hati-hati pun aku tetap aja terpleset.
Kak Lubeck dan Alam
segera menuju puncak Rengganis, sementara aku menunggu mereka di Sabana Lonceng.
Sabana Lonceng ini
hampir mirip dengan Mandalawangi-nya gunung Pangrango. Kabut silih berganti,
aku sempat merinding sendiri. Takut didatangin Dewi Rengganis hehehehe
maklumlah kondisi ku waktu itu lagi kotor.
Selang beberapa lama
muncullah si abang-abang bandung yang di Rawa Embik tadi, aku pun ngobrol sama
mereka. Dari ngobrolin teman-teman ku yang sedang muncak ke rengganis,
ngobrolin jalur, sampai ngobrolin kronologi diketemukannya sendal ku oleh
abang-abang tersebut.
Tapi beberapa menit
kemudian mereka bergegas menuju puncak Rengganis, aku kembali sendiri di Sabana
Lonceng hanya di temani kabut yang sebentar datang sebentar hilang.
Tapi kemudian tidak
lama muncul Kak Lubeck dan Alam. Kata mereka pemandangan di Puncak Rengganis
lebih Indah. Ah.. Kalau saja aku lagi tidak halangan pasti aku kesana. Tapi mau
gimana lagi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan lebih baik
mengorbankan sesuatu yang suatu saat (mungkin) bisa diraih kembali. Pepatah
bijak mengatakan dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung sebagai tamu sudah
kewajiban kita menghormati pemilik rumah meskipun pada kehidupan sehari-hari
kita memang gak boleh percaya pada dunia-dunia ghoib tapi kalau di gunung beda
ceritanya, yang paling penting mah kita jangan sampai lupa kepada Allah dan
selalu melantunkan ayat-ayat suci Al-qur'an jangan lupa juga untuk selalu
berdzikir.
Setelah dari puncak
Rengganis, kami tidak berdiam lama di Sabana Lonceng, kami bergegas turun
menuju Cisentor kembali untuk beres-beres dan melanjutkan perjalanan menuju
destinasi selanjutnya, yaitu Danau Taman Hidup.
Tidak butuh waktu
lama dari Sabana Lonceng untuk sampai di Cisentor kembali, dari jam 12.00 wib
kami tiba di Cisentor jam 13.30 WIB sebenarnya target kami untuk sampai
Cisentor kembali yaitu jam 14.00 WIB, dimana-dimana perjalanan turun memang
lebih cepat daripada perjalanan naik wkwkwk.
Setelah sampai
Cisentor, aku langsung merapikan barang-barang ku. Kak lubeck dan Alam masak,
menu makan kami pada siang hari itu nasi liwet dan rendang. Setelah semua rapi
setelah mendirikan sholat Ashar kami berjalan kembali menuju Danau Taman Hidup
melalui jalur yang sudah jarang dilalui orang-orang. Yaitu melalui jalur aing
kenek. Sebenarnya untuk sampai di Danau taman hidup kita bisa melalui jalur
dari Sabana Lonceng atau dari Puncak Argopuro. Kedua jalur tersebut sekarang
lebih diminati para pendaki karena lebih cepat sampainya. Tapi kak Lubeck lebih
memilih jalur Aing Kenek.
Seperti yang sudah
aku bilang diatas untuk menuju Danau Taman Hidup dari Cisentor kita ambil jalan
ke belakang shelter. Jalurnya memang sedikit sudah agak tertutup pohon-pohon
tinggi namun tetap terlihat cukup jelas walaupun hanya setapak. Kak Lubeck
berjalan paling depan, aku ditengah dan Alam paling belakang. Jalur pertama
yang dilewatin masih hutan-hutan edelweisse kemudian sabana luas, jalurnya
melipir dan mendatar. Dan di Sabana ini hujan lagi-lagi turun dengan derasnya.
Semakin lama berjalan posisi berubah kembali kali ini Alam berjalan duluan
meninggalkan Aku dan Kak Lubeck, kak Lubeck mem-back up ku kembali. Hari sudah
mulai gelap dan kami masih berada dihutan yang sangat-sangat tertutup, gak tau
ujungnya dimana. Beberapa kali aku jatuh kepleset dan nyusruk kedepan karena
tersandung batang pepohonan dan beberapa kali juga tangan ku terkena daun
jancukkan yang menyebabkan panas dan gatal.
Untungnya kak lubeck
berada dibelakang ku, aku tidak merasa merinding-merinding banget berjalan
ditengah hutan yang benar-benar sangat rapat ditambah hujan masih saja setia
menemani.
Setelah jalan
beberapa jam, akhirnya kami keluar dari hutan dan tiba di Aing Kenek, meskipun
tujuan kami seharusnya pada hari itu hanya sampai Aing kenek kak Lubeck meminta
untuk terus berjalan saja. Syukur-syukur bisa sampai cemoro limo hehehehehe
Di Aing kenek sendiri
kita bisa mendirikan tenda, tapi hanya cukup untuk 1 tenda saja sih, dan di
Aing kenek terdapat aliran sungai kecil. Sayang waktu tiba disana air-nya sudah
keruh akibat hujan yang mengguyur sedari tadi.
Langit semakin
menggelap namun kami masih tetap berjalan ditengah guyuran hujan, Alam ntah
kemana. Ditengah jalan yang cukup menanjak, langkah ku kembali melelet.
Jalurnya benar-benar sangat licin beberapa kali aku terpleset, udah susah-susah
payah naik malah terpleset. Aku menyerah. Aku bilang kepada kak Lubeck bahwa
aku sudah tak mampu lagi untuk berjalan, aku sudah lelah. Kak Lubeck pun meneriaki
nama Alam namun tidak ada jawaban dari yang bersangkutan, sepertinya posisi
Alam sudah jauh dari posisi ku dengan Kak Lubeck.
Melihat aku yang
terpleset terus-terus-an kak Lubeck menawarkan untuk membawakan keril ku, aku
menolak karena sudah pasti beban kak Lubeck akan semakin berat, dan aku gak mau
merepotkannya terlebih lagi yang ada didalam keril ku hanya ada barang-barang
ku saja, itu tandanya tanggung jawab aku sepenuhnya untuk membawanya. Tapi kak
lubeck terus meminta untuk membawakan keril ku, keril ku pun akhirnya dibawakan
oleh kak Lubeck. Aku berjalan duluan ku lihat kak Lubeck beberapa kali
kesusahan membawa 2 keril didepan dan dibelakang dan beberapa kali terpeleset.
Kak Lubeck menyerah. Kak Lubeck meminta ku untuk menunggu, sementara ia
mengangkut keril secara bergantian saja, aku pun mengiyakan. Ku tunggu kak
Lubeck di Jalur, 10 menit 15 menit kak Lubeck tidak juga muncul, aku melangkah
kembali sedikit demi sedikit meninggalkan keril ku yang masih berada dibawah.
Akhirnya kak lubeck pun tiba bersama Alam, kata Kak Lubeck diatas sana ada
tanah lapang untuk kami bermalam. aku pun sekuat tenaga berjalan menujunya.
Kak lubeck dan Alam
mencabut rerumputan yang tumbuh disekeliling tempat kami nge-camp untuk alas
tenda. Setelah tenda berdiri aku masuk kedalam tenda untuk berganti baju dan
celana yang sudah basah kuyup karena kehujanan.
Senin, 08 Agustus 2016
Menuju Danau Teman
Hidup eh salah deh Danau Taman Hidup maksudnya wkwkwk
Lagi-lagi kami
terbangun tepat pukul 05.30 wib, kak lubeck dan alam sholat shubuh setelah itu
kami melanjutkan mimpi-mimpi kembali.
Jam 10.00 kami
bersiap melanjutkan perjalanan menuju danau taman hidup, dari tempat kami
bermalam kami harus berjalan melipir mengelilingi pinggiran bukit yang
berbatasan langsung dengan jurang tapi jalurnya agak tertutup tumbuhan dan juga
rerumputan yang tingginya hampir sama dengan kami. Kak Lubeck jalan terlebih
dahulu karena kesal kepada ku karena aku gak bisa ngiket sampah ke keril ku.
Hehehehe Aulia mah di Argopuro kerjaannya benar-benar bikin kesel orang mulu.
Maafin yaak.
Alam yang tadinya
berada dibelakang ku kini berjalan duluan, kadang ia menunggui ku tapi kemudian
dia meninggalkan ku wkwkwkwk aku pun berjalan sendirian kembali tapi kemudian
kak Lubeck menemani ku, ya meskipun dia berjalan duluan tapi kalau kira-kira
jarak aku dan kak Lubeck sudah jauh dia menunggui ku disuatu tempat sampai aku
muncul dan ia melanjutkan jalan kembali begitu seterusnya.
Jalur yang kami lalui
untuk sampai di Danau taman hidup benar-benar melipir terus-terus-an. Naik
turun bukit. Melipir lagi melipir terus gak ada abisnya sampai pada akhirnya
kami tiba di Hutan Lumut, di Hutan Lumut ini matahari benar-benar kehilangan
cahayanya, suasananya cukup bikin bulu kuduk merinding.
"hutan lumut nis"
kata kak lubeck
"iyaaa"
jawab ku pelan
Aku berjalan
dibelakang kak lubeck, dan lagi-lagi karena jalan ku yang walaupun jalurnya
mendatar dan melipir tetap saja lelet, akupun tertinggal beberapa meter oleh
kak lubeck. Terus berjalan terus berjalan, "ini hutan lumut kok gak ada
habisnya, mana ujungnya" batin ku
Beberapa kali aku pun
teriak meminta kak lubeck untuk berhenti sejenak menunggu diri ku, dan beberapa
kali juga aku jatuh tersungkur di Hutan Lumut.
Sampai pada akhirnya,
setelah hampir sejam berjalan di Hutan Lumut aku bertemu Kak Lubeck dan Alam.
Setelah berhenti sejenak kami melanjutkan perjalanan. Tidak butuh waktu lama
sekitar 10 menit dari tempat kami berhenti, kami sudah sampai di Danau Taman
Hidup. Segera ku taruh keril dan bergegas menuju danau taman hidup. Yaa Allah
sungguh indah ciptaan-Mu. lagi-lagi kau buat aku terpesona. Seketika rasa capek
habis berjalan jauh sirna begitu melihat keindahan Danau Taman Hidup. Sewaktu
kami tiba di Danau Taman Hidup ada beberapa orang yang berasal dari Desa Bremi
sedang Memancing di Danau tersebut. Kami bermaksud untuk membeli ikan hasil
pancingan mereka untuk menu makan malam kami, tapi pas ditanya sambil basa basi
ternyata mereka pun belum dapat sama sekali ikannya. Hahaha
Aku lupa, akhirnya
kami makan malam dengan menu apa pada malam itu di Danau Taman Hidup. Kalau gak
salah sih masih nasi sama rendang deh apa nasi sama mie yaa, apa cumaa mie
yaaa. Aku lupaaaaa. Maaf -,-
Setelah makan kami
tidak langsung tidur, tapi kami bermain terlebih dahulu main ABC 5 dasar tetep.
Ngecamp di danau taman hidup adalah ngecamp yang paling sering diganggu bukan
diganggu makhluk halus, yang diganggu makhluk halus mah cuma si Alam doang,
(menurut penuturan
dia, waktu ngecamp di jalur ia mimpi didatengin 4 orang ajudan, kemudian
sewaktu di Hutan Lumut ia ngerasa jalur tertutup dan ia diputer2in aja dijalur
gitu)
Tapi di ganggu oleh
musang, yang mengacak-ngacak sampah dan perlengkapan makan kami, diusir kak
lubeck yang sedari tadi udah stand by didepan pintu tenda pun tetep aja dateng
lagi dateng lagi.
Sampai jam 21.00 kami
pun terlelap dan masa bodo dengan musang-musang itu. Udara malam di Danau Taman
Hidup merupakan udara yang paling hangat menurut ku, aku gak merasa kedinginan
sama sekali.
Selasa, 09 Agustus 2016
Perjalanan Pulang
Keesokkan paginya aku
baru keluar tenda jam 06.30 wib, langsung menuju Danau Taman Hidup untuk
menikmati Sunrise. Ahhh Danau Taman Hidup dipagi hari lebih-lebih indahnya.
Pokoknya sulit digambarkan kata-kata deh. Pokoknya kalian harus kesana untuk
merasakan sendiri sensasinya. Hehehehe
Puas menikmati
keindahan Danau Taman Hidup kami pun bergegas menuju tenda kembali, aku sudah
berjanji untuk memasak spaghetti untuk sarapan pagi ini.
Aku pun memasak
dengan segala kerempongan ku, sampai pada akhirnya Spaghetti yang aku masak
over cook karena keteledoran ku yang tak mengecek-nya wkwkwkwkw maafkan.
Kak lubeck kembali
mendiamkan ku, ntah karena apa bisa jadi karena spaghetti yang aku masak over
cook atau karena dia tak kami sisakan spaghetti-nya. Pikir ku Kak Lubeck gak
mau makan Spaghetti yang over cook teresebut karena sewaktu ditawarin dia diam
aja malah asyik nyabutin jenggotnya hehehehe lagi-lagi maafkan Aulia yaa kak
Lubeck heehehehe
Setelah selesai
makan, kami menjemur pakaian kembali sambil merapikan barang-barang kami.
Jam 10.00 kami
bersiap untuk meninggalkan Danau Taman Hidup menuju Desa Bremi.
Sebelum benar-benar
meninggalkan Danau Taman Hidup aku membuat ulah kembali, kejadian sampah
terulang kedua kalinya. Kak Lubeck benar-benar tidak mau membantu ku merekatkan
sampah pada keril ku. Dia diam seribu bahasa dan setelah kami berdoa dia
meninggalkan aku dan alam begitu saja. Aku dan alam masih sibuk dengan sampah
selama 15 menit. Sampai pada akhirnya Alam bersedia membawa sampah.
Alam kemudian
berjalan duluan, aku pun berjalan sendiri di belakang, beberapa kali ku
teriakin si Alam namun tak ada balasan, aku tak berani meneriaki Kak Lubeck
karena dia pasti masih kesal terhadap ku.
Perjalanan turun dari
danau taman hidup terus-terusan menurun dan melipir kontur jalannya berupa
tanah dan dikelilingi pepohonan-pepohonan tinggi. Aku terus berjalan seorang
diri dan ada kejadian janggal yang ku alami disini, belakang leherku berubah
menjadi dingin dan sewaktu aku berjalan terdengar langkah seperti orang
berjalan tapi sewaktu aku berhenti langkah tersebut juga berhenti. Aku tak
henti-hentinya berdoa dan mempercepat langkah agar cepat sampai pedesaan. Aku
senang bukan main ketika mendengar suara motor dari kejauhan, tapi tetap saja
aku tak kunjung bertemu dengan pedesaan, saking semangatnya turun dan karena
ada rasa sedikit takut dibuntuti orang jahat aku sampai terkadang jatuh nyusruk
dan juga terpeleset lagi-lagi.
Setelah 90 menit
berjalan, akhirnya aku bertemu dengan bapak pencari kayu, ku tanya apakah si
bapak melihat kedua teman ku, si bapak membalas bahwa kedua temanku belum lama
saja lewat. Aku pun terus berjalan tapi kali ini bukan hutan tertutup lagi
melainkan hutan damar setelah hutan damar akan dijumpai perkebunan warga.
Lagi-lagi aku bertemu seorang bapak kali ini aku bertanya keberadaan rumah
Bapak Arifin, kata si bapak untuk sampai ke rumah pak Arifin membutuhkan waktu
30 menit lagi, aku semakin semangat menuju rumah pak Arifin pemilik Basecamp
pendakian Gunung Argopuro via jalur bremi.
15 menit berlalu tak
ada tanda-tanda rumah pak Arifin, terus-terusan aja ketemunya perkebunan warga,
ku temui kembali seorang bapak ku tanya kembali keberadaan rumah pak arifin, si
bapak bilang rumah pak arifin sekitar 1 km lagi.
aku masih semangat
menuju rumah pak arifin saking semangatnya sampai jatuh keseleo dan tak ada
yang menolong pula wkwkwkwk cukup lama meringis ditengah jalan yang berbatu
sakitnya sungguh luar biasa. Ku paksakan untuk berjalan saja melewati kebun
warga, setiap bertemu warga ku hanya melemparkan senyum dan bertanya keberadaan
rumah pak Arifin, terakhir ku bertanya sama seorang mas-mas. Si mas-mas
tersebut memberi patokan pada ku bahwa rumah pak arifin berada didekat tower
yang ia tunjukkan kepada ku.
Aku menelan ludah,
masih jauh banget ternyata rumah pak arifin, beruntungnya sewaktu sedang
berjalan seorang mas-mas menawari ku untuk mengantarkan sampai ke rumah pak
Arifin secara cuma-cuma, aku pun ikut dengan mas tersebut, si mas ini dulu-nya
adalah porter gunung argopuro namun sudah tidak dikerjakan kembali karena salah
seorang temannya mempunyai sifat tangan panjang. Ntahlah, yang penting aku
diantar sampai ke rumah pak Arifin.
Sesampainya dirumah
pak arifin, sudah ada kak Lubeck yang sedang merapikan barang-barangnya. Kak
lubeck menanyakan keberadaan Alam padaku, aku tidak tahu. Yang aku tahu alam
berada didepan ku dan aku berada dipaling belakang.
Kemudian kak lubeck
mengajak ku untuk membeli Baso yang ternyata bukan baso melainkan cilor
wkwkwkwk, setelah memakan cilor kak lubeck bergegas mandi dan aku merapikan
barang-barang ku, sampai kak lubeck selesai mandi Alam tak kunjung datang yang
datang malah bang unggul, bang unggul ini solo backpacker dari bekasi lebih
tepatnya dari tambun, dia naik Argopuro bersama rombongan Bayu, Bayu merupakan
temannya Alam. Namun, sewaktu hendak menuju Cisentor rombongan mereka malah
nyasar ke Jember dan sempat di eksekusi oleh BASARNAS. Setelah kak lubeck mandi
aku pun bergegas mandi, sampai selesai mandi pun si Alam tak kunjung datang.
Kami pun bertanya-tanya perginya itu anak.
Sampai pada akhirnya,
sewaktu aku, kak lubeck dan bang unggul sedang berada diteras depan rumah Pak
Arifin, si Alam datang dengan kusutnya.
"Darimana aja
lam?" tanya kak lubeck
"Abis jatuh
tau" jawab alam sambil cemberut
Dan kami pun malah
tertawa, Alam makin cemberut
"tadinya kalau
sampai maghrib gak dateng, baru kita ngabarin kehilangan orang lam" ucap
kak lubeck
Alam misuh-misuh
Dan aku hanya tertawa
melihatnya wkwkwk
(menurut penuturan si alam, dia jatuh ke jurang karena terpleset tau-tau dia sudah berada dialiran mata air saja, kanan kiri-nya bukit. Dan tau-tau dia malah sampai ke kebun warga yang jalurnya berbeda dengan yang aku dan kak lubeck lewatin, sewaktu jatuh katanya si Alam memanggil kak Lubeck dan Aku, tapi posisi ku yang berjalan paling belakang seharusnya mendengar jika si Alam meminta tolong, tapi aku malah tidak mendengar sama sekali)
(menurut penuturan si alam, dia jatuh ke jurang karena terpleset tau-tau dia sudah berada dialiran mata air saja, kanan kiri-nya bukit. Dan tau-tau dia malah sampai ke kebun warga yang jalurnya berbeda dengan yang aku dan kak lubeck lewatin, sewaktu jatuh katanya si Alam memanggil kak Lubeck dan Aku, tapi posisi ku yang berjalan paling belakang seharusnya mendengar jika si Alam meminta tolong, tapi aku malah tidak mendengar sama sekali)
Di rumah pak Arifin
kami disambut dengan kehangatan, pak Arifin orang yang sangat-sangat welcome.
Setelah ashar sampai maghrib tiba kami berbincang-bincang dengan pak Arifin
tentang pengalaman yang kami alami selama mendaki Argopuro, pak Arifin tak
segan untuk bercerita tentang gimana dia dan dedikasi dia terhadap gunung
Argopuro. Beliau tak segan menganggap para pendaki sebagai saudaranya.
Benar-benar pribadi yang baik untuk ditiru.
Rabu , 10 Agustus 2016
Menuju Surabaya
Kembali
Keesokan paginya,
tepat pukul 06.00 wib, bus AKAS yang hanya lewat 2X sehari yaitu hanya pagi dan
sore. Lewat tepat didepan rumah pak Arifin, kami pun pamit kepada pak Arifin
dan juga bang unggul. Hari ini kami menuju surabaya untuk pulang menuju
jakarta, maklum tiket kereta yang akan mengantarkan kami menuju Jakarta
berangkat dari Surabaya. 1 jam perjalanan akhirnya bus tiba ditempat
pemberhentiannya terakhir, tak tau dimana yang pasti kami kembali menyambung
angkot untuk sampai terminal probolinggo. Dari terminal probolinggo kami menggunakan
bus yang lumayan cukup nyaman dengan tujuan terminal Purbaya. Dari terminal
Purbaya kami menyambung bus kembali menuju suatu tempat yang sangat dekat
sekali dengan kebun binatang surabaya, aku lupaaaaaa nama tempatnya.
Adzan dzuhur berkumandang, segera kami menuju masjid terdekat. Setelah menunaikan sholat
kami menuju pasar atom dengan menggunakan angkotan kota berwarna abu-abu.
Disini lagi-lagi kak lubeck diam seribu bahasa. Tak tau masalahnya apa lagi.
Kami turun didepan pasar atom segera saja kami mencari tempat makan karena
sedari di bremi sampai surabaya kami belum makan apa-apa. Soto seharga 30rb
menjadi pilihan kami. Setelah puas menikmati soto kami melanjutkan kembali
berwisata kuliner kali ini Ice Cream Zangrandi menjadi pilihan kami.
Surabaya panas luar
biasa pada hari itu, setelah manikmati Ice Cream kami pun mencari masjid untuk
menunaikan sholat Ashar. Abis itu aku dan alam membututi kak Lubeck yang
bermaksud mencari oleh-oleh sirup yang legendaris di Surabaya. Untuk sampai ke
tempat tersebut kak Lubeck memilih becak. Ampun dahhh, 1 becak buat 3 orang
mana bapak penarik becaknya sudah tua lagi. Si bapak pun menggowes sepada
dengan sangat pelan sampai akhirnya di Gang yang sepi becak si bapak anjlok dan
kami nyusruk kedepan untungnya gak apa-apa dan si bapak malah mengkhawatirkan
hape ku yang mati total padahal mah mati-nya karena lowbatt bukan karena jatuh
nyusruk tadi. Wkwkwk
Setelah membeli
sirup, akhirnya kami sampai kembali di Pasar Atom, nyari-nyari rujak cingur tak
ketemu. Ya sudah kami bergegas menuju stasiun saja tapi sebelumnya numpang
mandi dulu di Masjid, di Masjid aku bertemu seorang ibu yang baik hati yang
tanpa aku pinta si ibu malah menjaga barang-barang ku sampai aku selesai mandi.
Padahal barang-barang ku seperti dompet dan handphone aku bawa mandi. Hanya
keril yang berisi baju-baju kotor ku yang ku tinggal ditempat sholat wanita.
Terima kasih atas segala kebaikannya bu, mungkin itu pertemuan pertama dan
terakhir kita. Semoga Allah membalas segala kebaikan ibu.
Setelah mandi selepas
maghrib, kami menuju stasiun Pasar Turi untuk menuju Jakarta. Kereta kami
berangkat jam 21.00. Masih banyak waktu senggang kami di Stasiun Pasar Turi.
Setelah sampai stasiun kami menuju gerobak penjual sate milik seorang ibu dan
bapak, harga seporsi sate + nasi dan minumnya es jeruk Rp 15.000,- cukup murah
jika dibandingkan dengan harga sate yang berjualan didekat rumah ku wkwkwkwk
Adzan Isya
berkumandang, segera kami menuju masjid yang letaknya disamping Stasiun. Sudah
satu tahun berlalu ternyata, pertama kali aku dan Kak Lubeck kesini yaitu
sewaktu kami hendak pulang juga menuju jakarta selepas ekspedisi Rinjani,
banyak yang berubah dari segi pembangunannya, jadi kangen perjalanan ke Rinjani
waktu itu hehehehe.
Setelah sholat kami
kembali lagi menuju tempat penjual makanan, kali ini kami menuju warung nasi
bebek. Gak ada kenyang-kenyangnya. Ampunnn daaahhhhhh. Pokoknya mah perbaikan
gizi banget. Wkwkwkwkwk harga seporsi nasi bebek + minum kalau gak salah
sekitar 25.000,-
Setelah makan kami
menuju stasiun, untuk validasi tiket menuju kereta api kertajaya. Ngantrinya khan
maennn masih sama aja kayak setahun yang lalu. Wkwkwk
Jam 21.00 kereta
benar-benar meninggalkan Stasiun Surabaya Turi menuju Jakarta, kami bertiga pun
terlelap sampai keesoakn paginya.
Kamis, 11 Agustus 2016
Sampai di Bekasi
Jam 08.00 wib kereta
kertajaya mendarat di planet bekasi, aku pamit kepada kak Lubeck dan Alam.
Dengan diantar bapak ojek aku menuju rumah, sesampainya dirumah mama ku malah
tidak ada, beliau malah sedang berdinas di Posyandu padahal orang yang ingin
aku temui sesampainya aku di Bekasi yaitu mama ku.
Mama ku baru pulang
sewaktu aku sedang tidur dan beliau kaget melihat kaki ku yang membengkak kayak
kedebong pisang :( wkwkwk
Sesampainya di Bekasi
itu tandanya bersiap kembali ke Realita.
PPL menanti didepan
mata, sampai bulan oktober nanti sudah dipastikan tidak dapat pergi jauh selama
beberapa hari.
Ada cita-cita yang
harus dikejar, ada harapan mama yang harus segera diwujudkan.
Ps:
- untuk partner pendakian ku, Kak Lubeck dan Alam terima kasih untuk segalanya, tanpa kalian Aulia gak mungkin bisa berada di Argopuro.
- Untuk setiap orang yang menemani, membantu, dan yang Aulia temui terima kasih untuk segala kebaikan yang telah kalian berikan, semoga Allah senantiasa melindungi kalian dan semoga Allah membalas kebaikan yang telah kalian berikan kepada Aulia.
- Untuk segala sesuatu yang menjadikan pengalaman dan pembelajaran, terima kasih untuk pelajarannya, ilmu aulia bertambah kembali.
- Untuk segala kesalahan-kesalahan yang aulia perbuat baik itu dari perkataan dan perbuatan, Aulia mohon maaf dari hati terdalam. Semoga kalian memafkan.
Terima kasih,
pendakian ini sungguh membekas dihati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar