Sabtu, 20 Agustus 2016

Argopuro : Cerita Panjang Sepanjang Perjalanannya part 2 Finished



Menuju Cisentor

Untuk menuju Cisentor dari Cikasur kita mengambil ke arah kanan, sudah ada plang menunjuk jalan yang begitu jelas kok dan lagi jalur jalan setapaknya cukup jelas. Jangan mengambil jalan yang lurus karena jalan yang lurus akan membawa kita menuju Jember. Dari Cikasur kita langsung menaiki bukit, pemandangan Cikasur jika dilihat dari atas bukit ini, sangat indah sekali.

Setelah berada diatas bukit kita akan masuk kedalam hutan edelweisse yang tingginya setara dengan tinggi tubuh kita atau bahkan lebih tinggi, jalannya mendatar sih tapi melipir terus sampai 1 jam berlalu kita akan dihadapkan dengan hamparan sabana kembali, kami berhenti sejenak disini.

Setelah istirahat dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan kembali. Selepas sabana kami berjalan melipir mengelilingi pinggiran jurang, cuaca Argopuro siang itu lagi terik-teriknya. Gak lama berjalan kami kembali masuk kedalam hutan, pokoknya jalur perjalanan Argopuro masuk hutan, sabana, melipirin pinggiran jurang, masuk hutan lagi, sabana lagi, melipir lagi gitu aja terus sampai turun wkwkwk.

Jam 14.00 setelah 4 jam berjalan akhirnya kami tiba di Cisentor, Letak Cisentor yaitu seperti di lembah karena letaknya berada diantara dua bukit yang dipisahkan aliran sungai. Air sungai di Cisentor kurang bagus dibanding air sungai qolbu di Cikasur.  

Di cisentor terdapat shelter yang bisa digunakan untuk bermalam, tapi kami memilih mendirikan tenda diluar shelter saja, dan shelter-nya kami gunakan untuk tempat mendirikan sholat, masak, menjemur pakaian dan menyimpan persediaan makanan dan baju kotor kami. Biar didalam tenda gak terlalu banyak barang-barang. Heehee

Setelah tenda berdiri, kami pun memulai untu memasak. Menu pada siang hari itu sayur sop dan nasi liwet, sewaktu masak kak lubeck kembali mendiamkan kan ku, gak tau masalahnya apa, mungkin masih kesel gara-gara kejadian buncis tadi pagi, ntahlah yang pasti ada sebab kenapa dia jadi begitu, kalau dia berubah jadi diam seribu bahasa kayak gitu aku takut untuk ngelakuain sesuatu, takut salah lagi. Hehehehe. Pokoknya mah aku banyak ngelakuin salah banget di Argopuro, seringnya bikin orang kesal dan jengkel mulu.

Setelah masak, kami merapikan barang-barang kami kembali. Selang beberapa lama kami kedatangan 3 orang abang-abang. Ternyata abang-abang ini pemilik tenda yang tadi kami lihat disebrang cikasur, mereka berasal dari Bandung. Cukup lama kami berbincang sampai pada akhirnya si abang-abang ini pamit untuk melanjutkan perjalanan kembali.

Kak lubeck : "tadi mah nanya sama mereka, siapa tau mereka nemu sendalnya nis." kata kak lubeck
(sendal ku hilang sepertinya jatuh di jalur sewaktu aku nyusruk kedepan, wkwkwk tapi aku baru sadar pas udah sampai di Cikasur. Maklum sendal aku sisipkan dibelakang keril ku heehehe. )
Aulia: "oh iya, yah lupa"
Kak Lubeck: "nanti tanya aja pas ketemu di rawa embik"

Hari semakin sore, dan tak ada pendaki yang datang lagi setelah abang-abang itu, itu tandanya hanya kami bertiga yang bermalam di Cisentor hari itu.

Sebelum maghrib, kami mulai mengeksekusi makanan kembali kali ini kami menghangatkan rendang kalengan dan membuat perkedel. Kami harus makan banyak, maklumlah besok pagi kami akan muncak jadi kami harus menabung banyak tenaga untuk esok pagi.

Setelah masak dan tak lupa mendirikan sholat kami memilih untuk tidur secepat mungkin, karena besok kami harus bangun pagi untuk langsung menuju Puncak.

Minggu, 07 Agustus 2016

Menuju Puncak, Impian dihati, bersatu janji, kawan sejati...... Itu mah lagu AFI yak wkwk

Kami terbangun jam 05.30, kak lubeck dan alam segera mendirikan sholat shubuh. Setelah itu kami bersiap untuk menuju puncak. Setelah dari hari kamis berada di Argopuro, kami baru mau summit hari Minggu. Duh, Argopuro kamu sungguh-sungguh.

Dari Cisentor kita naik keatas ke arah kanan, penunjuk jalan sudah sangat jelas. Kalo kamu mengambil jalur ke belakang shelter maka kamu akan dibawa menuju desa Bremi.

Medan jalan masih sama, sabana, masuk hutan, melipir pinggiran jurang, dan agak menanjak. Aku dan Alam berjalan terlebih dahulu setelah 30 menit kak Lubeck baru menyusul namun tetap saja akhirnya mah aku berjalan paling belakang, Alam ditengah-tengah dan kak Lubeck paling depan.

Setelah 90 menit berjalan kami sampai di Rawa Embik, di Rawa Embik kami menjumpai si abang-abang tadi.

Kami pun berhenti sejenak di Rawa Embik dan ngerecokin si abang-abang yang lagi masak. Wkwk

Mata ku berbinar ketika salah satu si abang ku lihat memakai sendal ku.

Aku langsung menghampiri kak lubeck.

Aulia : "sendaaaallllllllll" aku berbisik senang padanya karena sendal ku diketemukan
Kak Lubeck: "Ya tanya jangan bisik-bisik" kak lubeck malah ngomong ceplas ceplos -,- 
Aulia: -_______- hehehehe
Si abang : "Sendalnya ya mba, tadi jatuh dijalur."
Aulia: "hehehe, iya bang"
Si Abang: "bentar ya mba"
Si Abang pun melepaskan sendal ku dan menyerahkannya pada ku.
Aulia : "Makasih ya Bang"

Gak bereapa lama, kak lubeck memulai perjalanan kembali menuju puncak, aku menitipkan sendal ku kembali ke abang-abang tersebut. Karena ribet kalau dibawa-bawa ke puncak.

Dari Rawa embik kita berjalan lurus melewati sabana, jalurnya sudah jelas juga. Selepas itu kembali masuk hutan, dengan kontur jalan yang sedikit menanjak. Aku ditinggal sendirian dibelakang oleh kak Lubeck dan Alam. Aku terus berjalan, selepas hutan kita akan masuk ke hutan Edelweiss kembali dengan kontur jalan yang melipir setelah itu terdapat pertigaan dan aku benar-benar kehilangan jejak kak Lubeck dan Alam. Aku bingung harus ke kiri atau ke kanan jalan. Aku hanya diam dipertigaan tersebut. Ku panggil mereka tidak menyahut, ku panggil lagi tidak menyahut. Aku panggil ada sahut-an aku tanya kanan atau kiri tapi mereka tidak menjawab aku sempat menangis dalam kebingungan ku. 30 menit lamanya aku berdiam diri dipertigaan tersebut sampai pada akhirnya dijalur sebelah kiri aku melihat ada tanda biru dan berarti itu merupakan jalan yang benar menuju puncak, aku terus berjalan mengikuti jalur yang ada, jalurnya masih tetap masuk hutan dan menanjak, ku panggil-panggil mereka tapi mereka tetap tidak nyahut. Aku terus berjalan dan sempat dibuat parno juga sama suara babi yang entah darimana berasal, aku makin mempercepat langkah ku. Dan setelah melewati hutan-hutan edelweiss yang menjulang sangat tinggi sampailah aku di Sabana Lonceng.

Di sabana lonceng aku hanya menemukan jaket Kak Lubeck, segera ku teriakkan nama mereka berdua. Beruntungnya mereka langsung membalas panggilan ku. Waktu aku panggil sih sumber suara mereka berasal dari atas jalur puncak Argopuro. Segera ku susul mereka, namun kabut tebal tiba-tiba muncul.
Aku pun hanya membatin. "Ya Allah, masa iya udah sampai sini tapi tidak sampai puncak Argopuro, tolong singkirkan kabut ini ya Allah"

Kabut pun perlahan-lahan mulai menghilang, aku berjalan menuju puncak Argopuro. Dari Sabana lonceng jika kita ingin ke puncak Argopuro maka kita ambil jalur ke arah kanan tapi jika kita ingin ke puncak rengganis dahulu kita ambil jalur ke arah kiri.

Kontur jalan menuju puncak argopuro cukup terjal, banyak bebatuan rapuh untuk orang yang jalannya cepat mungkin hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai ke puncak Argopuro tapi bagi aku yang jalannya 11 12 sama siput membutuhkan waktu kurang lebih mungkin 2x lipat dari 20 menit tersebut.

Menapaki puncak Argopuro dengan susah payah, akhirnya aku bertemu kak lubeck yang akan turun dari puncak Argopuro.

Aulia: "masih jauh gak?"
Kak Lubeck: "tuh didepan"
Aulia:" Alam masih diatas kan ya"
Kak Lubeck: "iya"

Aku pun melanjutkan perjalanan menuju puncak, sewaktu melihat alam hendak turun. Aku meminta Alam untuk jangan turun lebih dahulu, kalau dia turun siapa yang motoin aku di puncak dong wkwkwk.

15 menit berada di puncak Argopuro, aku dan alam pun segera turun.

Alam: "ul mending nanti lu gak usah ikut ke puncak rengganis deh"
Aulia: "iya, emang gak ikut kok, gue lagi dapet gak boleh kesana"
Alam: "emang apa, lu kata siapa gak boleh?"
Aulia: "gue sempat baca blog sebelum berangkat, katanya kalo lagi dapet gak boleh kesana"

Alam pun turun duluan, karena trek turun dari puncak terbilang cukup curam aku pun berjalan sangat hati-hati. Udah hati-hati pun aku tetap aja terpleset.

Kak Lubeck dan Alam segera menuju puncak Rengganis, sementara aku menunggu mereka di Sabana Lonceng.

Sabana Lonceng ini hampir mirip dengan Mandalawangi-nya gunung Pangrango. Kabut silih berganti, aku sempat merinding sendiri. Takut didatangin Dewi Rengganis hehehehe maklumlah kondisi ku waktu itu lagi kotor.

Selang beberapa lama muncullah si abang-abang bandung yang di Rawa Embik tadi, aku pun ngobrol sama mereka. Dari ngobrolin teman-teman ku yang sedang muncak ke rengganis, ngobrolin jalur, sampai ngobrolin kronologi diketemukannya sendal ku oleh abang-abang tersebut.

Tapi beberapa menit kemudian mereka bergegas menuju puncak Rengganis, aku kembali sendiri di Sabana Lonceng hanya di temani kabut yang sebentar datang sebentar hilang.
Tapi kemudian tidak lama muncul Kak Lubeck dan Alam. Kata mereka pemandangan di Puncak Rengganis lebih Indah. Ah.. Kalau saja aku lagi tidak halangan pasti aku kesana. Tapi mau gimana lagi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan lebih baik mengorbankan sesuatu yang suatu saat (mungkin) bisa diraih kembali. Pepatah bijak mengatakan dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung sebagai tamu sudah kewajiban kita menghormati pemilik rumah meskipun pada kehidupan sehari-hari kita memang gak boleh percaya pada dunia-dunia ghoib tapi kalau di gunung beda ceritanya, yang paling penting mah kita jangan sampai lupa kepada Allah dan selalu melantunkan ayat-ayat suci Al-qur'an jangan lupa juga untuk selalu berdzikir.

Setelah dari puncak Rengganis, kami tidak berdiam lama di Sabana Lonceng, kami bergegas turun menuju Cisentor kembali untuk beres-beres dan melanjutkan perjalanan menuju destinasi selanjutnya, yaitu Danau Taman Hidup.

Tidak butuh waktu lama dari Sabana Lonceng untuk sampai di Cisentor kembali, dari jam 12.00 wib kami tiba di Cisentor jam 13.30 WIB sebenarnya target kami untuk sampai Cisentor kembali yaitu jam 14.00 WIB, dimana-dimana perjalanan turun memang lebih cepat daripada perjalanan naik wkwkwk.

Setelah sampai Cisentor, aku langsung merapikan barang-barang ku. Kak lubeck dan Alam masak, menu makan kami pada siang hari itu nasi liwet dan rendang. Setelah semua rapi setelah mendirikan sholat Ashar kami berjalan kembali menuju Danau Taman Hidup melalui jalur yang sudah jarang dilalui orang-orang. Yaitu melalui jalur aing kenek. Sebenarnya untuk sampai di Danau taman hidup kita bisa melalui jalur dari Sabana Lonceng atau dari Puncak Argopuro. Kedua jalur tersebut sekarang lebih diminati para pendaki karena lebih cepat sampainya. Tapi kak Lubeck lebih memilih jalur Aing Kenek.

Seperti yang sudah aku bilang diatas untuk menuju Danau Taman Hidup dari Cisentor kita ambil jalan ke belakang shelter. Jalurnya memang sedikit sudah agak tertutup pohon-pohon tinggi namun tetap terlihat cukup jelas walaupun hanya setapak. Kak Lubeck berjalan paling depan, aku ditengah dan Alam paling belakang. Jalur pertama yang dilewatin masih hutan-hutan edelweisse kemudian sabana luas, jalurnya melipir dan mendatar. Dan di Sabana ini hujan lagi-lagi turun dengan derasnya. Semakin lama berjalan posisi berubah kembali kali ini Alam berjalan duluan meninggalkan Aku dan Kak Lubeck, kak Lubeck mem-back up ku kembali. Hari sudah mulai gelap dan kami masih berada dihutan yang sangat-sangat tertutup, gak tau ujungnya dimana. Beberapa kali aku jatuh kepleset dan nyusruk kedepan karena tersandung batang pepohonan dan beberapa kali juga tangan ku terkena daun jancukkan yang menyebabkan panas dan gatal.

Untungnya kak lubeck berada dibelakang ku, aku tidak merasa merinding-merinding banget berjalan ditengah hutan yang benar-benar sangat rapat ditambah hujan masih saja setia menemani.

Setelah jalan beberapa jam, akhirnya kami keluar dari hutan dan tiba di Aing Kenek, meskipun tujuan kami seharusnya pada hari itu hanya sampai Aing kenek kak Lubeck meminta untuk terus berjalan saja. Syukur-syukur bisa sampai cemoro limo hehehehehe

Di Aing kenek sendiri kita bisa mendirikan tenda, tapi hanya cukup untuk 1 tenda saja sih, dan di Aing kenek terdapat aliran sungai kecil. Sayang waktu tiba disana air-nya sudah keruh akibat hujan yang mengguyur sedari tadi.

Langit semakin menggelap namun kami masih tetap berjalan ditengah guyuran hujan, Alam ntah kemana. Ditengah jalan yang cukup menanjak, langkah ku kembali melelet. Jalurnya benar-benar sangat licin beberapa kali aku terpleset, udah susah-susah payah naik malah terpleset. Aku menyerah. Aku bilang kepada kak Lubeck bahwa aku sudah tak mampu lagi untuk berjalan, aku sudah lelah. Kak Lubeck pun meneriaki nama Alam namun tidak ada jawaban dari yang bersangkutan, sepertinya posisi Alam sudah jauh dari posisi ku dengan Kak Lubeck.

Melihat aku yang terpleset terus-terus-an kak Lubeck menawarkan untuk membawakan keril ku, aku menolak karena sudah pasti beban kak Lubeck akan semakin berat, dan aku gak mau merepotkannya terlebih lagi yang ada didalam keril ku hanya ada barang-barang ku saja, itu tandanya tanggung jawab aku sepenuhnya untuk membawanya. Tapi kak lubeck terus meminta untuk membawakan keril ku, keril ku pun akhirnya dibawakan oleh kak Lubeck. Aku berjalan duluan ku lihat kak Lubeck beberapa kali kesusahan membawa 2 keril didepan dan dibelakang dan beberapa kali terpeleset. Kak Lubeck menyerah. Kak Lubeck meminta ku untuk menunggu, sementara ia mengangkut keril secara bergantian saja, aku pun mengiyakan. Ku tunggu kak Lubeck di Jalur, 10 menit 15 menit kak Lubeck tidak juga muncul, aku melangkah kembali sedikit demi sedikit meninggalkan keril ku yang masih berada dibawah. Akhirnya kak lubeck pun tiba bersama Alam, kata Kak Lubeck diatas sana ada tanah lapang untuk kami bermalam. aku pun sekuat tenaga berjalan menujunya.

Kak lubeck dan Alam mencabut rerumputan yang tumbuh disekeliling tempat kami nge-camp untuk alas tenda. Setelah tenda berdiri aku masuk kedalam tenda untuk berganti baju dan celana yang sudah basah kuyup karena kehujanan.

Senin, 08 Agustus 2016
Menuju Danau Teman Hidup eh salah deh Danau Taman Hidup maksudnya wkwkwk

Lagi-lagi kami terbangun tepat pukul 05.30 wib, kak lubeck dan alam sholat shubuh setelah itu kami melanjutkan mimpi-mimpi kembali.

Jam 10.00 kami bersiap melanjutkan perjalanan menuju danau taman hidup, dari tempat kami bermalam kami harus berjalan melipir mengelilingi pinggiran bukit yang berbatasan langsung dengan jurang tapi jalurnya agak tertutup tumbuhan dan juga rerumputan yang tingginya hampir sama dengan kami. Kak Lubeck jalan terlebih dahulu karena kesal kepada ku karena aku gak bisa ngiket sampah ke keril ku. Hehehehe Aulia mah di Argopuro kerjaannya benar-benar bikin kesel orang mulu. Maafin yaak.

Alam yang tadinya berada dibelakang ku kini berjalan duluan, kadang ia menunggui ku tapi kemudian dia meninggalkan ku wkwkwkwk aku pun berjalan sendirian kembali tapi kemudian kak Lubeck menemani ku, ya meskipun dia berjalan duluan tapi kalau kira-kira jarak aku dan kak Lubeck sudah jauh dia menunggui ku disuatu tempat sampai aku muncul dan ia melanjutkan jalan kembali begitu seterusnya.

Jalur yang kami lalui untuk sampai di Danau taman hidup benar-benar melipir terus-terus-an. Naik turun bukit. Melipir lagi melipir terus gak ada abisnya sampai pada akhirnya kami tiba di Hutan Lumut, di Hutan Lumut ini matahari benar-benar kehilangan cahayanya, suasananya cukup bikin bulu kuduk merinding.

"hutan lumut nis" kata kak lubeck
"iyaaa" jawab ku pelan

Aku berjalan dibelakang kak lubeck, dan lagi-lagi karena jalan ku yang walaupun jalurnya mendatar dan melipir tetap saja lelet, akupun tertinggal beberapa meter oleh kak lubeck. Terus berjalan terus berjalan, "ini hutan lumut kok gak ada habisnya, mana ujungnya" batin ku

Beberapa kali aku pun teriak meminta kak lubeck untuk berhenti sejenak menunggu diri ku, dan beberapa kali juga aku jatuh tersungkur di Hutan Lumut.

Sampai pada akhirnya, setelah hampir sejam berjalan di Hutan Lumut aku bertemu Kak Lubeck dan Alam. Setelah berhenti sejenak kami melanjutkan perjalanan. Tidak butuh waktu lama sekitar 10 menit dari tempat kami berhenti, kami sudah sampai di Danau Taman Hidup. Segera ku taruh keril dan bergegas menuju danau taman hidup. Yaa Allah sungguh indah ciptaan-Mu. lagi-lagi kau buat aku terpesona. Seketika rasa capek habis berjalan jauh sirna begitu melihat keindahan Danau Taman Hidup. Sewaktu kami tiba di Danau Taman Hidup ada beberapa orang yang berasal dari Desa Bremi sedang Memancing di Danau tersebut. Kami bermaksud untuk membeli ikan hasil pancingan mereka untuk menu makan malam kami, tapi pas ditanya sambil basa basi ternyata mereka pun belum dapat sama sekali ikannya. Hahaha

Aku lupa, akhirnya kami makan malam dengan menu apa pada malam itu di Danau Taman Hidup. Kalau gak salah sih masih nasi sama rendang deh apa nasi sama mie yaa, apa cumaa mie yaaa. Aku lupaaaaa. Maaf -,-

Setelah makan kami tidak langsung tidur, tapi kami bermain terlebih dahulu main ABC 5 dasar tetep. Ngecamp di danau taman hidup adalah ngecamp yang paling sering diganggu bukan diganggu makhluk halus, yang diganggu makhluk halus mah cuma si Alam doang,
(menurut penuturan dia, waktu ngecamp di jalur ia mimpi didatengin 4 orang ajudan, kemudian sewaktu di Hutan Lumut ia ngerasa jalur tertutup dan ia diputer2in aja dijalur gitu)
Tapi di ganggu oleh musang, yang mengacak-ngacak sampah dan perlengkapan makan kami, diusir kak lubeck yang sedari tadi udah stand by didepan pintu tenda pun tetep aja dateng lagi dateng lagi.

Sampai jam 21.00 kami pun terlelap dan masa bodo dengan musang-musang itu. Udara malam di Danau Taman Hidup merupakan udara yang paling hangat menurut ku, aku gak merasa kedinginan sama sekali.

Selasa, 09 Agustus 2016

Perjalanan Pulang

Keesokkan paginya aku baru keluar tenda jam 06.30 wib, langsung menuju Danau Taman Hidup untuk menikmati Sunrise. Ahhh Danau Taman Hidup dipagi hari lebih-lebih indahnya. Pokoknya sulit digambarkan kata-kata deh. Pokoknya kalian harus kesana untuk merasakan sendiri sensasinya. Hehehehe

Puas menikmati keindahan Danau Taman Hidup kami pun bergegas menuju tenda kembali, aku sudah berjanji untuk memasak spaghetti untuk sarapan pagi ini.

Aku pun memasak dengan segala kerempongan ku, sampai pada akhirnya Spaghetti yang aku masak over cook karena keteledoran ku yang tak mengecek-nya wkwkwkwkw maafkan.

Kak lubeck kembali mendiamkan ku, ntah karena apa bisa jadi karena spaghetti yang aku masak over cook atau karena dia tak kami sisakan spaghetti-nya. Pikir ku Kak Lubeck gak mau makan Spaghetti yang over cook teresebut karena sewaktu ditawarin dia diam aja malah asyik nyabutin jenggotnya hehehehe lagi-lagi maafkan Aulia yaa kak Lubeck heehehehe

Setelah selesai makan, kami menjemur pakaian kembali sambil merapikan barang-barang kami.

Jam 10.00 kami bersiap untuk meninggalkan Danau Taman Hidup menuju Desa Bremi.

Sebelum benar-benar meninggalkan Danau Taman Hidup aku membuat ulah kembali, kejadian sampah terulang kedua kalinya. Kak Lubeck benar-benar tidak mau membantu ku merekatkan sampah pada keril ku. Dia diam seribu bahasa dan setelah kami berdoa dia meninggalkan aku dan alam begitu saja. Aku dan alam masih sibuk dengan sampah selama 15 menit. Sampai pada akhirnya Alam bersedia membawa sampah.

Alam kemudian berjalan duluan, aku pun berjalan sendiri di belakang, beberapa kali ku teriakin si Alam namun tak ada balasan, aku tak berani meneriaki Kak Lubeck karena dia pasti masih kesal terhadap ku.

Perjalanan turun dari danau taman hidup terus-terusan menurun dan melipir kontur jalannya berupa tanah dan dikelilingi pepohonan-pepohonan tinggi. Aku terus berjalan seorang diri dan ada kejadian janggal yang ku alami disini, belakang leherku berubah menjadi dingin dan sewaktu aku berjalan terdengar langkah seperti orang berjalan tapi sewaktu aku berhenti langkah tersebut juga berhenti. Aku tak henti-hentinya berdoa dan mempercepat langkah agar cepat sampai pedesaan. Aku senang bukan main ketika mendengar suara motor dari kejauhan, tapi tetap saja aku tak kunjung bertemu dengan pedesaan, saking semangatnya turun dan karena ada rasa sedikit takut dibuntuti orang jahat aku sampai terkadang jatuh nyusruk dan juga terpeleset lagi-lagi.

Setelah 90 menit berjalan, akhirnya aku bertemu dengan bapak pencari kayu, ku tanya apakah si bapak melihat kedua teman ku, si bapak membalas bahwa kedua temanku belum lama saja lewat. Aku pun terus berjalan tapi kali ini bukan hutan tertutup lagi melainkan hutan damar setelah hutan damar akan dijumpai perkebunan warga. Lagi-lagi aku bertemu seorang bapak kali ini aku bertanya keberadaan rumah Bapak Arifin, kata si bapak untuk sampai ke rumah pak Arifin membutuhkan waktu 30 menit lagi, aku semakin semangat menuju rumah pak Arifin pemilik Basecamp pendakian Gunung Argopuro via jalur bremi.

15 menit berlalu tak ada tanda-tanda rumah pak Arifin, terus-terusan aja ketemunya perkebunan warga, ku temui kembali seorang bapak ku tanya kembali keberadaan rumah pak arifin, si bapak bilang rumah pak arifin sekitar 1 km lagi.

aku masih semangat menuju rumah pak arifin saking semangatnya sampai jatuh keseleo dan tak ada yang menolong pula wkwkwkwk cukup lama meringis ditengah jalan yang berbatu sakitnya sungguh luar biasa. Ku paksakan untuk berjalan saja melewati kebun warga, setiap bertemu warga ku hanya melemparkan senyum dan bertanya keberadaan rumah pak Arifin, terakhir ku bertanya sama seorang mas-mas. Si mas-mas tersebut memberi patokan pada ku bahwa rumah pak arifin berada didekat tower yang ia tunjukkan kepada ku.

Aku menelan ludah, masih jauh banget ternyata rumah pak arifin, beruntungnya sewaktu sedang berjalan seorang mas-mas menawari ku untuk mengantarkan sampai ke rumah pak Arifin secara cuma-cuma, aku pun ikut dengan mas tersebut, si mas ini dulu-nya adalah porter gunung argopuro namun sudah tidak dikerjakan kembali karena salah seorang temannya mempunyai sifat tangan panjang. Ntahlah, yang penting aku diantar sampai ke rumah pak Arifin.

Sesampainya dirumah pak arifin, sudah ada kak Lubeck yang sedang merapikan barang-barangnya. Kak lubeck menanyakan keberadaan Alam padaku, aku tidak tahu. Yang aku tahu alam berada didepan ku dan aku berada dipaling belakang.

Kemudian kak lubeck mengajak ku untuk membeli Baso yang ternyata bukan baso melainkan cilor wkwkwkwk, setelah memakan cilor kak lubeck bergegas mandi dan aku merapikan barang-barang ku, sampai kak lubeck selesai mandi Alam tak kunjung datang yang datang malah bang unggul, bang unggul ini solo backpacker dari bekasi lebih tepatnya dari tambun, dia naik Argopuro bersama rombongan Bayu, Bayu merupakan temannya Alam. Namun, sewaktu hendak menuju Cisentor rombongan mereka malah nyasar ke Jember dan sempat di eksekusi oleh BASARNAS. Setelah kak lubeck mandi aku pun bergegas mandi, sampai selesai mandi pun si Alam tak kunjung datang. Kami pun bertanya-tanya perginya itu anak.

Sampai pada akhirnya, sewaktu aku, kak lubeck dan bang unggul sedang berada diteras depan rumah Pak Arifin, si Alam datang dengan kusutnya.

"Darimana aja lam?" tanya kak lubeck
"Abis jatuh tau" jawab alam sambil cemberut
Dan kami pun malah tertawa, Alam makin cemberut
"tadinya kalau sampai maghrib gak dateng, baru kita ngabarin kehilangan orang lam" ucap kak lubeck
Alam misuh-misuh
Dan aku hanya tertawa melihatnya wkwkwk
(menurut penuturan si alam, dia jatuh ke jurang karena terpleset tau-tau dia sudah berada dialiran mata air saja, kanan kiri-nya bukit. Dan tau-tau dia malah sampai ke kebun warga yang jalurnya berbeda dengan yang aku dan kak lubeck lewatin, sewaktu jatuh katanya si Alam memanggil kak Lubeck dan Aku, tapi posisi ku yang berjalan paling belakang seharusnya mendengar jika si Alam meminta tolong, tapi aku malah tidak mendengar sama sekali)  

Di rumah pak Arifin kami disambut dengan kehangatan, pak Arifin orang yang sangat-sangat welcome. Setelah ashar sampai maghrib tiba kami berbincang-bincang dengan pak Arifin tentang pengalaman yang kami alami selama mendaki Argopuro, pak Arifin tak segan untuk bercerita tentang gimana dia dan dedikasi dia terhadap gunung Argopuro. Beliau tak segan menganggap para pendaki sebagai saudaranya. Benar-benar pribadi yang baik untuk ditiru.




Rabu , 10 Agustus 2016
Menuju Surabaya Kembali

Keesokan paginya, tepat pukul 06.00 wib, bus AKAS yang hanya lewat 2X sehari yaitu hanya pagi dan sore. Lewat tepat didepan rumah pak Arifin, kami pun pamit kepada pak Arifin dan juga bang unggul. Hari ini kami menuju surabaya untuk pulang menuju jakarta, maklum tiket kereta yang akan mengantarkan kami menuju Jakarta berangkat dari Surabaya. 1 jam perjalanan akhirnya bus tiba ditempat pemberhentiannya terakhir, tak tau dimana yang pasti kami kembali menyambung angkot untuk sampai terminal probolinggo. Dari terminal probolinggo kami menggunakan bus yang lumayan cukup nyaman dengan tujuan terminal Purbaya. Dari terminal Purbaya kami menyambung bus kembali menuju suatu tempat yang sangat dekat sekali dengan kebun binatang surabaya, aku lupaaaaaa nama tempatnya.

Adzan dzuhur berkumandang, segera kami menuju masjid terdekat. Setelah menunaikan sholat kami menuju pasar atom dengan menggunakan angkotan kota berwarna abu-abu. Disini lagi-lagi kak lubeck diam seribu bahasa. Tak tau masalahnya apa lagi. Kami turun didepan pasar atom segera saja kami mencari tempat makan karena sedari di bremi sampai surabaya kami belum makan apa-apa. Soto seharga 30rb menjadi pilihan kami. Setelah puas menikmati soto kami melanjutkan kembali berwisata kuliner kali ini Ice Cream Zangrandi menjadi pilihan kami.

Surabaya panas luar biasa pada hari itu, setelah manikmati Ice Cream kami pun mencari masjid untuk menunaikan sholat Ashar. Abis itu aku dan alam membututi kak Lubeck yang bermaksud mencari oleh-oleh sirup yang legendaris di Surabaya. Untuk sampai ke tempat tersebut kak Lubeck memilih becak. Ampun dahhh, 1 becak buat 3 orang mana bapak penarik becaknya sudah tua lagi. Si bapak pun menggowes sepada dengan sangat pelan sampai akhirnya di Gang yang sepi becak si bapak anjlok dan kami nyusruk kedepan untungnya gak apa-apa dan si bapak malah mengkhawatirkan hape ku yang mati total padahal mah mati-nya karena lowbatt bukan karena jatuh nyusruk tadi. Wkwkwk
Setelah membeli sirup, akhirnya kami sampai kembali di Pasar Atom, nyari-nyari rujak cingur tak ketemu. Ya sudah kami bergegas menuju stasiun saja tapi sebelumnya numpang mandi dulu di Masjid, di Masjid aku bertemu seorang ibu yang baik hati yang tanpa aku pinta si ibu malah menjaga barang-barang ku sampai aku selesai mandi. Padahal barang-barang ku seperti dompet dan handphone aku bawa mandi. Hanya keril yang berisi baju-baju kotor ku yang ku tinggal ditempat sholat wanita. Terima kasih atas segala kebaikannya bu, mungkin itu pertemuan pertama dan terakhir kita. Semoga Allah membalas segala kebaikan ibu.

Setelah mandi selepas maghrib, kami menuju stasiun Pasar Turi untuk menuju Jakarta. Kereta kami berangkat jam 21.00. Masih banyak waktu senggang kami di Stasiun Pasar Turi. Setelah sampai stasiun kami menuju gerobak penjual sate milik seorang ibu dan bapak, harga seporsi sate + nasi dan minumnya es jeruk Rp 15.000,- cukup murah jika dibandingkan dengan harga sate yang berjualan didekat rumah ku wkwkwkwk

Adzan Isya berkumandang, segera kami menuju masjid yang letaknya disamping Stasiun. Sudah satu tahun berlalu ternyata, pertama kali aku dan Kak Lubeck kesini yaitu sewaktu kami hendak pulang juga menuju jakarta selepas ekspedisi Rinjani, banyak yang berubah dari segi pembangunannya, jadi kangen perjalanan ke Rinjani waktu itu hehehehe.

Setelah sholat kami kembali lagi menuju tempat penjual makanan, kali ini kami menuju warung nasi bebek. Gak ada kenyang-kenyangnya. Ampunnn daaahhhhhh. Pokoknya mah perbaikan gizi banget. Wkwkwkwkwk harga seporsi nasi bebek + minum kalau gak salah sekitar 25.000,-

Setelah makan kami menuju stasiun, untuk validasi tiket menuju kereta api kertajaya. Ngantrinya khan maennn masih sama aja kayak setahun yang lalu. Wkwkwk

Jam 21.00 kereta benar-benar meninggalkan Stasiun Surabaya Turi menuju Jakarta, kami bertiga pun terlelap sampai keesoakn paginya.

Kamis, 11 Agustus 2016
Sampai di Bekasi

Jam 08.00 wib kereta kertajaya mendarat di planet bekasi, aku pamit kepada kak Lubeck dan Alam. Dengan diantar bapak ojek aku menuju rumah, sesampainya dirumah mama ku malah tidak ada, beliau malah sedang berdinas di Posyandu padahal orang yang ingin aku temui sesampainya aku di Bekasi yaitu mama ku.

Mama ku baru pulang sewaktu aku sedang tidur dan beliau kaget melihat kaki ku yang membengkak kayak kedebong pisang :( wkwkwk

Sesampainya di Bekasi itu tandanya bersiap kembali ke Realita.

PPL menanti didepan mata, sampai bulan oktober nanti sudah dipastikan tidak dapat pergi jauh selama beberapa hari.

Ada cita-cita yang harus dikejar, ada harapan mama yang harus segera diwujudkan.

Ps:

  •   untuk partner pendakian ku, Kak Lubeck dan Alam terima kasih untuk segalanya, tanpa kalian Aulia gak mungkin bisa berada di Argopuro.
  • Untuk setiap orang yang menemani, membantu, dan yang Aulia temui terima kasih untuk segala kebaikan yang telah kalian berikan, semoga Allah senantiasa melindungi kalian dan semoga Allah membalas kebaikan yang telah kalian berikan kepada Aulia.
  • Untuk segala sesuatu yang menjadikan pengalaman dan pembelajaran, terima kasih untuk pelajarannya, ilmu aulia bertambah kembali.
  • Untuk segala kesalahan-kesalahan yang aulia perbuat baik itu dari perkataan dan perbuatan, Aulia mohon maaf dari hati terdalam. Semoga kalian memafkan.
Terima kasih, pendakian ini sungguh membekas dihati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar